Di akhir tahun 2008 ini, tiba-tiba saya teringat akan bapak Dami N.Toda. Entah mengapa. Ya, memang ada banyak hal yang saya ingat tentang beliau, tetapi di sini saya hanya mau menulis satu hal saja. Yaitu tentang pertemuan kami yang pertama secara langsung. Pertemuan itu terjadi di Stasiun Kereta Api di Arnhem, ibukota propinsi Gelderland, Belanda. Pertemuan itu terjadi sekitar bulan April tahun 2002. Saat itu saya sedang belajar teologi di Universitas Katolik Nijmegen (sekarang menjadi Radboud University of Nijmegen), dan dia bekerja sebagai dosen dan peneliti di Universitas Hamburg di Jerman (dengan spesialiasi Asia Tenggara).
Beliau mengambil inisiatif untuk bertemu. Sebuah rencana yang sudah lama kami rencanakan, setelah ia membaca dan mengomentari tulisan saya secara sangat positif di Bulanan Kebudayaan Basis tentang “Nama-nama Orang Manggarai.” Maka kami pun bertemu di Arnhem. Suatu pertemuan yang sulit karena kami tidak pernah bertemu satu sama lain sebelumnya sehingga tidak bisa saling mengidentifikasi satu sama lain. Tetapi saya mempunyai patokan yang jelas. Dalam bayangan saya yang saya bangun dengan melihat foto-fotonya, orang itu, tampangnya kurang lebih sama dengan Pater Alex Lanur OFM. Itulah pertemuan kami untuk pertama kalinya.
Di Arnhem itu kami pergi mengunjungi sebuah museum militer Belanda. Tujuan kami hanya satu: mencari Surat Keputusan yang ditanda-tangani Ratu Belanda yang memerintahkan penangkapan atas kekeknya, kalau tidak salah namanya Kraeng Laki Tekek Laki Mbangir. Saya berusaha membantu dia sedapat mungkin untuk mencari dan menemukan dokumen historis yang sangat penting bagi sejarah Manggarai dan juga khususnya bagi sejarah silsilah keluarga Besar Todo (Dami N.Toda memang berasal dari Todo). Tentu usaha itu tidak mudah, sebab ada banyak sekali dokumen yang disimpan dengan sangat baik di rak-rak.
Tetapi karena sistem arsip dan penyimpanannya sangat baik, dengan kategorisasi yang modern, maka pencarian itu menjadi lebih mudah juga. Apalagi semuanya juga sudah computerised. Tinggal mencari Indonesia, lalu Flores, dan lebih khusus lagi Manggarai, Ruteng, atau Todo. Sayalah yang pertama kali menemukan surat itu. Ya, sebuah surat keputusan asli. Lalu saya segera menunjukkan surat itu kepada dia.
Ketika ia melihat dan membaca surat itu dia pun spontan berteriak dan keras: This is what I am looking for. I search for this very important historical document. Teriakan dia itu kencang. Mendengar teriakan itu, kepala atau direktur museum datang mendekati kami. Tentu dia bertanya: ada apa? Dengan bangga Bapa Dami N.Toda menunjukkan surat keputusan itu kepada sang direktur museum. Inilah surat yang saya cari. Ini adalah SK Ratu Belanda yang mau menangkap kakek saya. Tolong dokumen ini dikopikan untuk saya. Saya mau menulis sebuah buku baru tentang sejarah Manggarai, dengan dukungan dokumen-dokumen sejarah seperti ini.
Sayang buku itu tidak pernah terbit. Ia keburu meninggal dunia dua tahun yang lalu. Atau mungkin sudah ada pihak keluarga yang meneruskan upaya mulia itu?
Bandung, 31 Desember 2008
Ditulis dan dikembangkan lagi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar