Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)
Dalam beberapa posting terdahulu saya sudah menulis beberapa percikan pemikiran tentang ungkapan Kuni agu Kalo yang ssangat terkenal itu, yang menurut Maribeth Erb, Kuni agu Dalo (dalam bukunya The Manggarains itu). Kedua versi ungkapan itu (Kuni agu Kalo dan Kuni agu Dalo) sudah saya beri catatan di tempat lain dalam pelbagai postingan saya.
Tetapi pada kesempatan ini ada baiknya saya menulis juga di sini sebuah lagu dalam mana saya menemukan ungkapan Kuni agu Kalo tersebut (dan bukan kuni agu dalo, sebagaimana diusulkan oleh Maribeth Erb). Lagu itu tidak lain adalah sebuah lagu rakyat yang sangat populer di antara orang-orang Manggarai. Tetapi mungkin dewasa ini orang sudah tidak lagi mengingatnya karena lagu kerakyatan itu sudah tergerus dan tergusur oleh lagu-lagu modern (baik yang berbahasa Manggarai, maupun yang berbahasa Manggarai, dan bahasa Mandarin). Tetapi paling tidak sampai era tahun 80-an, lagu itu masih banyak dihafal oleh orang-orang Manggarai. Mungkin mereka menghafalnya sekadar sebagai sebuah lagu biasa saja (misalnya untuk keperluan praktis meninabobokan anak). Tetapi mungkin saja ada orang lain yang menghafalnya dalam rangka mempertegas identitas ras dan bahkan mungkin etnik. Mungkin ada juga yang mencoba menangkap dan menimba nilai-nilai moral yang mau disampaikan oleh penulis Istana. Tetapi mungkin juga ada orang lain yang menghafalnya dalam rangka mendalami etnofilosofi Manggarai. Saya lebih cenderung menempatkan diri saya dalam kategori yang terakhir ini.
Agar tidak berpanjang kata lagi, inilah lagu yang saya maksudkan itu.
Cako:
Ngkiong a, Ngkiong oouu Ngkiong, Ngkiong e Ngkiong Ngkiong eeee
Wae Mokel ta Ngkiong e rahit a rahit awon ta Ngkiong e.
Selat Sape ta Ngkiong e rahit a rahit salen ta Ngkiong e.
Ngkiong, Ngkiong e, Ngkiong, Ngkiong e runi kaka,
Neka oke kuni agu kalon o Ngkiong Ngkiong e.
Wale:
Elang ta elang ta e ae aaaaa
Eeeee meu ame rinding mane elang ta sok tay ga
Eeeee meu ine rinding wie elang ta sok tay ga
Ngkiong, Ngkiong e Ngkiong Ngkiong e runi kaka,
Neka oke kuni agu kalon o Ngkiong Ngkiong e.
Cako:
Ngkiong a Ngkiong oouu Ngkiong, Ngkiong e, Ngkiong Ngkiong eee….
Laut Flores ta Ngkiong e rahita rahit len ta Ngkiong e.
Laut Sawu ta Ngkiong e rahita rahit laun ta Ngkiong e
Ngiong, Ngkiong e Ngkiong Ngkionge runi kaka,
Neka oke kuni agu kalon o Ngkiong Ngkiong e. (Elang ta….etc)
Ngkiong itu sendiri adalah nama sejenis burung hutan di Manggarai, yang kini mungkin sudah langka, atau bahkan mungkin sudah punah. Lagu ini sendiri memberi keterangan bahwa kata Ngkiong itu adalah sebuah kata derivative onomatope, kata benda yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi, dalam hal ini bunyi burung. Dapat diduga bahwa burung itu berbunyi ngkiong-ngkiong-ngkiong……. Mungkin onomatope ini kira-kira sama seperti kata teke yang berarti tokek, yang juga diperoleh lewat proses peniruan bunyi. Sayang, saya tidak atau belum sempat menemukan nama Latinnya burung ini.
Jakarta, 09 Juni 2007
Diketik ulang dan diperluas pada 17 Desember 2008.
3 komentar:
mantap e tu'a..saya sngat mnikmati membaca blog dite, tabe moamang cee mai tionghoa utara.
Nana Yuvens.... terima kasih ga... saya senang jika catatan2 kecil saya ini bisa berguna bagi pengkayaan pemahaman kita akan budaya manggarai. Memang belum banyak teman manggarai yg mengenal blog saya ini, tetapi siapa tahu ke depan akan ada banyak yg bisa menimba dan memberi komentar dan berdiskusi di sini demi pendalaman dan pengkayaan pemahaman kita akan pemikiran filosofis manggarai... tabe ga....
Terima kasih, postingan ini sungguh menambah wawasan saya dalam hal memperkaya pengetahuan tentang budaya Manggarai.
Ada satu hal yang selalu terlintas dalam pikiran saya, kalimat itu kalau diterjemahkan sepertinya memiliki arti yang banyak. Tapi apakah arti yang sebenarnya dari kalimat
"tegi campe kaka Ngkiong"?
Saya mohon bantuan admin untuk menerjemahkannya.
Posting Komentar