Jumat, 12 Desember 2008

CUIUS REGIO, EIUS RELIGIO DI MANGGARAI

Oleh: Fransiskus Borgias M., (EFBE@fransisbm)

Dalam bukunya Historiografi Manggarai (Ende: NI, 1999), Dami N.Toda mencatat sekilas proses masuknya agama Kristiani (Katolik) di Manggarai (Flores). Secara singkat saya mencatat dua hal mencolok dalam catatan dan pengamatan beliau. Pertama, proses masuk dan mengakarnya Kristianitas di Manggarai diupayakan melalui pendidikan. Kedua, proses itu diupayakan melalui pendekatan kekuasaan. Toda mencatat bahwa kehadiran misionaris Katolik di Manggarai awal abad keduapuluh membawa ambisi religius dan teritorial tersendiri, juga menyimpan agenda politik tersendiri yang terselubung. Mereka mau membangun satu “kerajaan” Katolik dengan raja atau pangeran Katolik. Ini dengan maksud untuk membendung ekspansi pengaruh kerajaan Islam Bima di Sumbawa. Sedangkan di Flores Timur sudah ada kerajaan “katolik” sejak lama.

Untuk mewujudkan cita-cita mendirikan kerajaan Kristiani di Manggarai, mereka harus membaptis salah satu dari raja-raja kecil yang ada di Manggarai. Salah satu raja kecil yang cukup berpengaruh pada saat itu adalah Todo, yang bersama raja kecil lainnya menjadi rival Cibal yang dianggap sebagai kaki tangan Bima-Goa (yang berpengaruh besar melalui Reok, Pota). Pilihan pun jatuh pada upaya Kristenisasi pangeran Todo.

Untuk itu ditempuh sebuah jalan panjang dan berliku-liku, lewat transformasi evolutif tetapi pasti melalui pendidikan modern barat. Maka salah seorang anak Todo, yaitu Frans Sales Lega dididik di Seminari Tinggi Ledalero. Anak itu, lewat pendidikan, mengalami proses pembaratan dan pengkristenan. Setelah anak ini lulus sekolah, ialah yang menjadi “misionaris” baru untuk paling tidak sanak saudaranya. Ia harus mempertobatkan mereka. Ternyata proses atau langkah ini cukup efektif. Beliau konon berhasil mentobatkan banyak anggota keluarga besarnya menjadi Katolik.

Dengan cara itu terbentuklah kerajaan Katolik di Flores Barat (Manggarai), seperti halnya kerajaan Katolik di Flores Timur, Larantuka. Setelah raja kecil yang cukup berpengaruh ini menjadi Katolik, maka mudahlah proses selanjutnya. Sebab berlaku juga adagium klasik dalam sejarah gereja, cuius regio, eius religio, siapa yang mempunyai wilayah (berkuasa atas satu wilayah), dialah yang menentukan agama yang dianut rakyat di wilayah itu. Jika dilihat dengan cara seperti ini, maka pendekatan misionaris SVD di Flores awal abad keduapuluh, sebenarnya persis sama dengan pendekatan yang dilakukan Yesuit abad kedelapanbelas ketika mereka mewartakan injil di daratan China. Suatu gaya yang akhirnya menjadi salah satu pokok pertikaian antara Yesuit dan Fransiskan di Cina.

Kembali ke Manggarai: Setelah proses awal ini dapat berjalan lancar dan mulus, maka proses Kristenisasi selanjutnya dapat berjalan dengan mulus juga. Dalam waktu yang relatif singkat, Manggarai seluruhnya menjadi Katolik. Imam pertama dari Manggarai ditahbiskan tahun 60, yaitu pater Frans Soleman, dll. Tetapi beliau ini, kalau tidak salah, cukup cepat meninggalkan imamatnya. Tetapi dalam sejarah gereja Katolik ada keyakinan bahwa kalau di suatu daerah misi sudah ada benih panggilan imam dan sudah ada yang menjadi imam, itulah tanda bahwa iman Kristiani sudah tertanam dan berurat-berakar di wilayah itu.


Bandung, 10 Juni 2007.

Diketik ulang dan diperluas dari BH-ku, 12 Desember 2008


Tidak ada komentar: